Friday, July 23, 2010

TATA KEHIDUPAN DENGAN MENGHARGAI WAKTU


Posted by Ketut Wiana on 2010-07-09 [ print artikel ini | beritahu teman | dilihat 131 kali ]

Karyam so'veksya saktimca
Desa kala ca tattvatah
Kurute dharmasiddhiyartham
Visvarupam punah punah.
(Manawa Dharmasastra. VI. 10)

Maksudnya: Menyukseskan tujuan dharma (dharmasisddhiyartha) hendaknya dilaksanakan berdasarkan ikssa, sakti, desa, kala dan tattwa. Untuk itu raja mewujudkan dirinya menjadi berbagai bentuk (lembaga pemerintah).


PESTA Kesenian Bali (PKB) ke-27 tahun ini mengangkat tema ''Sang Kala''. Istilah ''Kala'' sesungguhnya bukanlah makhluk raksasa yang berwajah seram mengerikan. Kata ''kala berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya waktu. Waktu itu sesungguhnya ciptaan Tuhan. Karena waktu muncul dari perputaran planet-planet ruang angkasa. Planet yang paling dekat dengan kehidupan umat manusia adalah bumi, bulan dan matahari. Bumi mengelilingi matahari dan bulan mengelilingi bumi. Perputaran itu menimbulkan waktu pagi, siang, sore dan malam. Demikian juga timbulnya berbagai musim karena perputaran isi ruang angkasa tersebut.

Menurut berbagai purana, ruang angkasa dengan segala isinya ini akan berumur hanya satu harinya Tuhan, yaitu satu siang dan satu malamnya Tuhan. Setelah itu semuanya akan pralaya yaitu kembali lebur pada Tuhan. Satu hari Tuhan itu disebut satu kalpa. Satu kalpa lamanya 14 manwantara. Satu manwantara lamanya 71 mahayuga. Satu mahayuga lamanya 4.320.000 tahun manusia. Empat zaman itu adalah kerta, treta, dwapara dan kaliyuga. Sekarang ini alam sedang berada pada manwantara yang ketujuh. Tinggal tujuh manwantara lagi barulah alam akan pralaya atau kiamat. Demikian perhitungan secara global mengenai munculnya waktu atau kala.

Kala atau waktu memiliki dimensi yang amat luas dan kompleks sekali. Kehidupan manusia dan makhluk lainnya amat tergantung pada peredaran waktu. Manusia harus selalu menyesuaikan kegiatan hidupnya menurut perputaran waktu yang tiada henti-hentinya. Ada perjalanan waktu pagi, siang dan malam. Itu tidak bisa dihentikan karena sudah demikian hukum rta ciptaan Tuhan mengaturnya. Manusialah yang harus pandai-pandai melakukan sesuatu yang tepat menurut perjalanan waktu.

Dalam Manawa Dharmasastra VII.10 yang dikutip dalam tulisan ini menyatakan adanya lima hal yang wajib dijadikan pertimbangan untuk menyukseskan tujuan dharma atau agama. Unsur kala atau waktu salah satu dari lima unsur utama untuk menentukan sukses dan tidaknya pengalaman dharma. Dari pandangan inilah munculnya ilmu jyothesa atau ilmu astronomi dalam ajaran Hindu. Di Bali lebih dikenal dengan istilah wariga dan padewasaan.

Melakukan suatu kegiatan dharma kalau tidak sesuai dengan perhitungan waktu akan menemukan kegagalan. Hidup ini akan indah dan bahagia apabila manusia selalu menepati waktu dalam setiap perbuatannya mengamalkan dharma. Kalau manusia berbuat melawan perjalanan waktu, manusia pun akan menjumpai berbagai kegagalan dalam hidupnya. Karena itu, tatalah kehidupan ini menurut peredaran waktu agar menjadi indah dan sukses. Sembahyang, bekerja, makan, tidur, menghibur dan sebagainya akan memberi manfaat maksimal apabila disesuaikan dengan peredaran waktu.

Chandogia Upanisad menyatakan pujalah Tuhan saat pagi (raditya dina), siang (madya dina) dan sore (sandhya dina). Sembahyang pagi untuk menguatkan guna sattwam, siang untuk mengendalikan guna rajah dan sore untuk meredam guna tamas agar jangan malas untuk berbuat baik. Manusia yang mampu mengendalikan Tri Guna-nya akan sukses dalam hidup. Karena itu, dalam Lontar Yadnya Prakerti dinyatakan, ''Pras ngarania prasida Tri Guna Sakti.'' Makna dari Tri Guna Sakti itu adalah tiga sifat yang disebut sattwam, rajas dan tamas akan menjadi kekuatan hidup (sakti) apabila dalam keadaan terkendali. Tri Guna yang sakti itulah akan membawa manusia hidupnya sukses atau prasida. Salah satu fungsi memuja Tuhan dalam tiga waktu itu adalah untuk mengendalikan Tri Guna. Sistem beragama pun harus dilakukan berdasarkan peredaran waktu. Manawa Dharmasastra I.86 menyatakan saat Kerta Yuga cara beragama yang paling tepat adalah melakukan tapa.

Pada zaman Treta dengan Jnyana-lah yang paling tepat. Zaman Dwapara lebih menekankan pelaksanaan upacara yadnya, sedangkan pada zaman Kali dengan melakukan dana punia sebagai cara beragama yang paling diutamakan.

Dalam Hindu banyak sekali diajarkan untuk memahami waktu atau kala dalam menata kehidupan ini. Jadi, dalam PKB kali ini, lewat apresiasi seni itulah pemahaman akan waktu lebih ditajamkan.

* I Ketut Gobyah
sumber: www.balipost.com

No comments:

Post a Comment